7. Sakamoto Tumbangkan Kashima

Saat melihat seorang nenek memasuki kereta, Sakamoto segera melempar Kashima, yang berdiri di dekat kursi prioritas, hingga terhempas ke ruang bordes. Ia lalu mempersilakan sang nenek untuk duduk. Kashima terengah-engah, heran mengapa tubuhnya tidak bisa mengimbangi Sakamoto.

Sakamoto kemudian memasuki ruang bordes dan menghajar Kashima secara membabi buta, membuatnya tak mampu melawan. Kashima akhirnya terpelanting ke gerbong kereta lainnya. Saat melayang di udara, ia merasakan kekuatan Sakamoto yang tak tertandingi, meskipun Sakamoto hanyalah manusia biasa.

Dalam upaya melawan, Kashima menembakkan senjatanya ke arah Sakamoto. Namun, Sakamoto dengan sigap mengambil besi handrail dan memutarnya untuk menangkis semua peluru. Ia lalu memukulkan besi itu bertubi-tubi ke arah Kashima.

Tak tinggal diam, Kashima mengeluarkan senjata dari perutnya dan menembak Sakamoto hingga terdorong menembus dinding kereta. Sakamoto terlempar ke rel, tetapi justru mendarat di atas kereta lain yang melaju ke arah berlawanan.

Tanpa membuang waktu, Sakamoto berlari cepat melewati setiap gerbong kereta itu, lalu melompat kembali ke kereta tempat Kashima berada. Saat itu, Kashima dan nenek sudah duduk santai di kursi prioritas. Namun, Kashima terkejut ketika melihat Sakamoto membuka pintu bordes dan kembali memasuki gerbong tempat ia berada.

Kashima geram. Ia melempar nenek yang duduk di sampingnya serta beberapa penumpang ke arah Sakamoto. Namun, Sakamoto berhasil menangkap mereka semua dan meletakkan mereka di kursi penumpang terdekat. Kashima frustrasi. Mengapa Sakamoto begitu sulit dihabisi? Padahal, dia hanyalah orang rendahan yang tak punya mimpi atau ambisi—tidak seperti Slur yang dibutuhkan dunia.

Sakamoto menatapnya tajam. Ia memberi tahu Kashima bahwa ia tak akan membiarkan orang seperti dirinya mengusik anggota keluarganya. Tanpa ragu, Sakamoto meninju Kashima dengan keras hingga tubuhnya terdorong menembus dinding kereta, lalu terlempar ke peron, mengagetkan orang-orang di stasiun.

Saat masih melayang di udara, Kashima tak sempat bereaksi. Sakamoto melompat dan menendang wajahnya dengan kekuatan penuh, membuat Kashima terpelanting, menabrak palang turnstile gate, lalu tersandar dalam keadaan pingsan. Sakamoto menge-tap kartunya, membuka palang, dan membiarkan tubuh Kashima jatuh terbaring di lantai.

Setibanya di Stasiun Satohigure, Sakamoto menyeret tubuh Kashima yang tak sadarkan diri dengan satu tangan, menariknya dari kerah bajunya. Sambil berjalan, ia menelepon Shin untuk memberi tahu bahwa Kashima telah dikalahkan dan mengingatkan bahwa laboratorium akan runtuh dalam 15 menit. Tanpa basa-basi, Sakamoto melempar Kashima ke bak mobil pickup dan bergegas menuju tujuan berikutnya.

8. Berbaikan

Shaotang nyaris tertimpa reruntuhan laboratorium, tetapi Shin muncul tepat waktu, meraih tubuhnya, dan segera membawanya menjauh ke tempat aman. Mashimo keheranan melihat Shin dan Shaotang tiba-tiba tampak canggung, saling membelakangi. Dengan mata berlinang, Shaotang meletakkan kedua tangannya di pundak Shin, meminta maaf karena telah berkata kejam dan mengakui kesalahannya telah memakai celemek Shin tanpa izin.

Shin menghela napas dan mengatakan bahwa ia tidak mempermasalahkannya. Ia juga meminta maaf karena telah bertindak kasar terhadap Shaotang. Mashimo, yang menyaksikan momen itu, ikut menangis terharu melihat mereka akhirnya berbaikan.

Di tengah suasana itu, Asakura menghampiri Shin dan menyapanya. Shin membalas sapaan itu, lalu keduanya mendadak merasa canggung setelah puluhan tahun tak bertemu. Tak ingin berlama-lama, Shin mengingatkan bahwa laboratorium akan runtuh dalam waktu 10 menit. Mashimo panik, mengkhawatirkan orang-orang yang mungkin masih terjebak di dalam tanpa menyadarinya.

Asakura segera menggambar peta laboratorium di lantai, lalu menjelaskan kepada Shaotang, Shin, dan Mashimo tentang rute evakuasi terbaik serta jalan keluar terdekat. Setelah itu, Shin menggunakan bakat espernya untuk mendeteksi keberadaan orang-orang di dalam laboratorium, kemudian menginstruksikan Shaotang dan Mashimo untuk mengevakuasi mereka di lantai yang telah ia tentukan.

Sementara itu, Shin dan Asakura bergegas menuju lantai bawah. Saat berlari, Asakura menatap punggung Shin di depannya, bergumam dalam hati, tak menyangka Shin mampu memanfaatkan bakat espernya sejauh ini. Mendengar pikirannya, Shin tersenyum kecil dan berkata, “Risetmu berguna, bukan?” Asakura tersentuh dan mengangguk. “Ya, kau benar,” jawabnya.