7. Masa Lalu Mashimo

Mashimo teringat masa lalunya, di mana saat remaja ia adalah seseorang yang tidak kompeten dalam hampir semua bidang, seperti olahraga dan belajar. Ia sering diledek oleh teman sebayanya.

Namun, secara tidak sengaja, ia ikut berlatih di lapangan tembak dan menemukan keahliannya—ternyata ia sangat mahir menggunakan senjata serta membidik dengan akurasi tinggi. Bahkan, dalam percobaan pertamanya, kemampuannya sudah luar biasa. Hal itu membuat Mashimo sangat gembira karena akhirnya menemukan satu-satunya bakat yang ia miliki.

Ditemani Piisuke di pundaknya, Mashimo diterima bekerja sebagai pembunuh bayaran dan memperkenalkan dirinya sebagai anggota baru di sebuah agensi. Dengan penuh kebanggaan, ia menjelaskan bahwa selama di akademi, ia fokus melatih kemampuan menembaknya dan yakin tidak akan kalah dari siapa pun dalam hal itu.

Namun, Wawan, salah satu anggota agensi, meremehkan Mashimo. Ia menegaskan bahwa mereka tidak butuh orang yang hanya unggul dalam satu hal dan menyuruh Mashimo untuk tidak pilih-pilih pekerjaan sebagai anak baru. Perkataan itu membuat Mashimo merasa kikuk.

Saat menjalankan tugas bersama kelompok mafianya, Mashimo terjebak dalam perkelahian sengit. Di tengah pertarungan, ia tampak kebingungan, membuat Hamdan, rekan setimnya, menegurnya dan memarahinya karena dianggap tidak becus menggunakan pisau.

Mashimo juga kerap ceroboh—dalam situasi genting, ia panik saat berlari mengikuti rekannya hingga terjatuh. Kesalahannya yang terus berulang membuat rekan-rekannya mulai menganggapnya sebagai beban bagi tim.

Akibatnya, Sahrul, bosnya, memecat Mashimo karena dianggap tidak cocok menjadi pembunuh bayaran. Ia juga menilai kemampuan menembak Mashimo tidak berguna dalam pekerjaan mereka.

Ditemani Piisuke di pundaknya, Mashimo yang baru saja dipecat merasa lapar dan terpuruk. Saat ia memandangi layar ponselnya, matanya tertuju pada iklan buronan Sakamoto dengan hadiah sebesar seratus delapan miliar rupiah. Dalam kesedihannya, Mashimo bertekad membuktikan kehebatannya dengan menghabisi Sakamoto agar diakui sebagai penembak jitu hebat di kalangan pembunuh bayaran.

8. Sakamoto Kalahkan Mashimo

Mashimo, yang berada di atap gedung, terus mengumbar keinginannya untuk membuktikan kehebatannya kepada orang-orang yang meremehkannya, sembari menggempur Shin dan Sakamoto dengan tembakan pelurunya.

Shin menegur Mashimo yang terlalu berisik dan menyuruhnya berhenti berbicara sendiri saat mikrofon masih menyala. Ia lalu berteriak, memberitahu Mashimo agar tidak perlu mempedulikan omongan orang lain. Yang terpenting, cukup dirinya sendiri yang percaya pada kehebatannya.

Telinga Mashimo berdering akibat suara Shin yang tiba-tiba menggelegar. Ia segera melepas earpiece-nya. Sementara itu, dengan bakat espernya, Shin berhasil merasakan respons terkejut Mashimo dari kejauhan dan mengetahui lokasinya.

Saat Mashimo mencoba membidik Sakamoto, ia melihat melalui scope senapannya bahwa Sakamoto tengah bersiap-siap melempar sesuatu. Dalam sekejap, Sakamoto melemparkan sebuah batu kerikil dengan kekuatan luar biasa. Batu itu melesat dengan kecepatan tinggi, menghantam senapan Mashimo hingga hancur dan membuatnya terpental jatuh.

Mashimo merinding menyadari betapa hebatnya Sakamoto. Ia pun yakin bahwa mengalahkan Sakamoto adalah hal yang mustahil.