7. Menyusup ke Markas Dondenkai

Sakamoto, Shin, dan Shaotang mendatangi gedung yang merupakan markas Dondenkai. Sakamoto menyuruh mereka menghindari pertarungan saat menjalankan misi penyusupan.

Bersembunyi di rafter, Shaotang, Shin, dan Sakamoto mengamati dua anggota yang sedang berjalan di lantai. Mereka mendengar percakapan tentang harga buronan Sakamoto serta kekalahan Boiled melawan Sakamoto. Dengan cepat dan senyap, Shin dan Sakamoto melumpuhkan kedua anggota tersebut dalam satu serangan.

Shin kesal karena Shaotang tidak menyimak film mahal Dondenkai yang mereka tonton. Akibatnya, Shaotang tidak mengetahui lokasi bos. Sambil membuka catatan yang ia buat saat menonton film itu, Shin menjelaskan bahwa bos Dondenkai berada di lantai paling atas. Untuk mencapainya, mereka harus menyusup melalui jendela lantai dua.

Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di jendela lantai paling atas. Dayat segera memeriksa sambil menyiapkan pistol. Saat Dayat menengok ke bawah jendela, Sakamoto—yang bersembunyi di atasnya—menembakkan stun gun hingga membuatnya pingsan. Setelahnya, Shin dan Shaotang mengikat tubuh Dayat, lalu mereka bertiga segera berlari menuju lokasi bos Dondenkai.

Shin yang merasa ada keanehan memberi tahu Sakamoto bahwa, dengan bakat espernya, ia tidak bisa mendeteksi suara musuh di seluruh lantai paling atas. Namun, ia justru bisa mendengar suara hati Shaotang yang menyebutnya “pendeteksi suara tak berguna.” Kesal dengan ejekan itu, Shin pun menegur Shaotang.

Ketika Sakamoto, Shin, dan Shaotang membuka pintu ruangan bos Dondenkai, mereka dikejutkan oleh pemandangan mengerikan—sekitar 30 mayat bergelimpangan di dalam ruangan. Di antara tumpukan mayat itu, seorang pria misterius terlihat duduk di sebuah kursi. Ternyata, pria itu adalah Nagumo.

Nagumo memberi tahu mereka bahwa dialah yang telah membunuh semua petinggi Dondenkai, termasuk bos mereka, yang jasadnya kini tergeletak di depan mata Sakamoto, Shin, dan Shaotang.

8. Slur

Sambil memegang pisau, Nagumo meminta maaf dan mengatakan bahwa ia juga akan menghabisi Sakamoto. Dengan kecepatan luar biasa, ia tiba-tiba muncul di belakang Shin, menariknya, lalu menancapkan pisau ke lehernya.

Namun, ternyata itu hanyalah ilusi yang diciptakan oleh Nagumo untuk mempermainkan bakat esper Shin, yang mampu memprediksi masa depan. Nagumo sama sekali tidak menusukkan pisaunya, hanya bercanda. Bahkan, ia tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi ketakutan mereka. Kesal dengan lelucon buruk itu, Shaotang dan Shin langsung memukuli Nagumo.

Nagumo kemudian menjelaskan bahwa saat ia tiba di tempat ini, ia sendiri tidak tahu mengapa semua orang di ruangan itu sudah tewas. Ia memberi tahu Sakamoto bahwa dirinya sedang menyelidiki tragedi pembunuhan yang menewaskan lebih dari 100 pembunuh bayaran yang tergabung dalam JAA selama beberapa bulan terakhir. Nagumo menyimpulkan bahwa ini adalah ancaman serius bagi JAA.

Nagumo juga menjelaskan bahwa di setiap tempat kejadian perkara selalu ditemukan simbol “X” yang dilukis menggunakan darah para korban. Grup Order sudah mengetahui bahwa dalang di balik pembantaian ini adalah Slur dan kelompoknya. Sakamoto lalu bertanya apakah Order sudah mulai bergerak. Nagumo mengiyakan.

Shaotang, yang penasaran dengan apa itu Grup Order, segera bertanya. Nagumo menjelaskan bahwa JAA adalah sebuah agensi yang menaungi para pembunuh bayaran di Jepang. Dalam organisasi itu, terdapat berbagai kelompok, salah satunya adalah Order—sebuah grup elite yang beranggotakan para pembunuh terkuat di JAA.

Order menerima perintah langsung dari JAA dan bertugas menyingkirkan para pembunuh yang dianggap berbahaya. Dengan kata lain, Order bertugas menjaga keseimbangan di dunia para pembunuh bayaran.

Nagumo kemudian mengungkapkan bahwa Sakamoto adalah mantan anggota Grup Order. Shaotang terkejut, sementara Shin baru mengetahuinya. Nagumo mengingatkan Sakamoto agar berhati-hati terhadap Slur. Nagumo pun memberi tahu mereka bahwa pembunuhan antar pembunuh mulai terjadi setelah buronan Sakamoto diumumkan.

Sementara itu, di suatu tempat, seorang pria bernama Uzuki—yang dikenal sebagai Slur—terlihat sedang memegang sebuah buku. Dengan tenang, ia menuliskan huruf “X” di dinding menggunakan tinta darah dari puluhan mayat yang berserakan di ruangan tersebut.