7. Sakamoto Kalahkan Bacho & Son He

Setelah menggunakan kemampuan espernya untuk menyelami kenangan yang tengah terlintas di benak Sakamoto, Shin merasa begitu tersentuh hingga menitikkan air mata. Dalam pikirannya, Sakamoto tengah mengingat janji kepada Aoi untuk tidak membunuh lagi dan bertekad menebus dosanya dengan menolong orang lain.

Setelah itu, Sakamoto mengajak Shin untuk menghadapi Bacho dan Son He tanpa membunuh mereka, dan Shin pun menyetujui ajakan tersebut. Bacho, dengan dua pedangnya, dan Son He, dengan senjata cakramnya, bersiap melancarkan teknik kombo yang disebut “Tebasan Neraka.” Mereka menyerang Sakamoto dengan cepat dan membabi buta, mencoba mencincangnya tanpa ampun.

Namun, Sakamoto yang tetap berdiri di posisinya, hanya meliukkan tubuhnya dengan lincah, berhasil menghindari setiap serangan brutal tanpa terkena sedikit pun goresan. Son He takjub melihat tubuh gendut Sakamoto mampu bergerak secepat itu. Bacho dan Son He kemudian bersiap melancarkan teknik kombo pamungkas mereka, mengklaim bahwa Sakamoto adalah orang ketiga yang melihat teknik tersebut.

Ketika Bacho dan Son He melakukan ancang-ancang, Sakamoto dengan cepat mengangkat stockpot berisi sup menggunakan tangan kanannya, lalu memukulkannya ke kepala Bacho hingga pingsan. Sementara itu, tangan kirinya yang memegang wajan berhasil menghancurkan serangan cakram Son He yang diarahkan kepadanya.

Saat Shin sedang memasangkan plester pada jari tangan Sakamoto, Son He tiba-tiba berlari untuk menyerang Shaotang. Namun, dengan kemampuan espernya, Shin membaca pikiran Son He dan segera menyerangnya dari belakang. Ia menggunakan tali untuk melilit leher Son He, lalu menghempaskannya ke belakang hingga Son He terjatuh ke lantai.

Ketika Son He terbaring di lantai, Sakamoto tanpa ragu mengangkat kulkas besar dan menghantamkannya ke tubuh Son He hingga pingsan.

Shin kemudian mengikat tubuh Bacho dan Son He yang sudah tak sadarkan diri menggunakan tali. Sementara itu, Shaotang yang menyaksikan kehebatan Sakamoto dan Shin mengalahkan dua pembunuh bayaran tangguh hanya bisa terheran-heran. Ia lalu bertanya, “Siapa kalian sebenarnya?” Sakamoto dengan tenang menjawab, “Kami hanya penjaga toserba.”

8. Shaotang Ogah Balas Dendam

Di rumah keluarga Lu, Mael terlihat kesal karena Bacho dan Son He tak kunjung datang membawa Shaotang. Dengan penuh amarah, ia memukul pintu brankas menggunakan kedua tangannya sambil menggerutu. Harta berharga yang diincarnya berada tepat di balik pintu itu, tetapi ia tidak memiliki kuncinya.

Saat seseorang tiba-tiba berkata, “Paket telah tiba,” Mael menoleh ke belakang. Ia terkejut melihat Sakamoto dan Shin berdiri di sana, membawa Bacho dan Son He yang pingsan dengan tubuh terikat tali.

Mael kebingungan dan bertanya bagaimana mungkin ada penyusup yang bisa masuk, serta di mana anak buahnya. Saat itu, Shaotang muncul dari belakang Mael dan menodongkan pisau ke lehernya. Mael ketakutan dan segera meminta maaf. Namun, Shaotang dengan dingin berkata bahwa permintaan maaf tidak akan menghidupkan kembali kedua orang tuanya yang telah dibunuh oleh Mael.

Dalam amarahnya, Shaotang menghajar Mael hingga babak belur. Meski begitu, ia memilih untuk tidak membunuhnya. Shaotang yakin bahwa membunuh hanya akan membawa dendam yang tiada habisnya, dan ia lebih memilih untuk hidup bahagia, seperti yang diajarkan mendiang ayahnya. Sambil tersenyum ke arah Sakamoto dan Shin, Shaotang menegaskan keputusannya.