5. Sesuatu Yang Berharga

Son He kemudian meminta Shaotang menyerahkan kunci brankas dengan patuh, tetapi Shaotang dengan tegas menolak, bahkan jika itu harus mengorbankan nyawanya. Mendengar penolakan itu, Son He mengungkapkan bahwa kedua orang tua Shaotang juga mengatakan hal yang sama sebelum ia menghabisi mereka. Ia menambahkan bahwa Shaotang lebih menghargai benda daripada nyawanya sendiri, menunjukkan bahwa ia tidak tahu nilai kehidupan.

Shaotang, yang terprovokasi oleh kata-kata Son He, berniat menyerangnya. Namun, Sakamoto dengan sigap menghentikan aksinya. Ia menarik tubuh Shaotang dan melemparkannya ke belakang agar tetap berada di belakang Sakamoto.

Shaotang memberi tahu Shin dan Sakamoto alasan mengapa kunci yang ia lindungi begitu berharga. Ia menjelaskan bahwa di dalam brankas tersebut terdapat harapan dari leluhur keluarga “Lu” untuk generasi penerus mereka. Karena itulah, kedua orang tuanya rela mengorbankan nyawa demi menjaga kunci tersebut.

Son He melemparkan pisau ke arah Shaotang, tetapi Sakamoto dengan mudah menangkapnya. Meski begitu, tangan Sakamoto terluka dan berdarah akibat aksi tersebut. Sakamoto kemudian berkata kepada Son He bahwa sesuatu yang berharga tidak dapat ditentukan oleh orang lain.

Shaotang, yang melihat tangan Sakamoto berdarah karena melindunginya, merasa terharu. Ia pun bertanya kepada Sakamoto alasan mengapa ia bersedia menolongnya sejauh ini.

6. Janji Sakamoto Kepada Aoi

Sakamoto teringat akan kenangan masa lalu pada malam Natal yang dihiasi hujan salju. Saat itu, ia sedang berkencan bersama Aoi di sebuah atap bangunan. Aoi memperhatikan bahwa Sakamoto membawa sebuah bingkisan kado, tetapi ia juga melihat bercak darah di pipi Sakamoto.

Aoi langsung menebak bahwa Sakamoto baru saja menjalankan tugas membunuh, lalu bertanya mengapa ia bertindak sekejam itu. Aoi juga mengaku tidak membutuhkan hadiah dari Sakamoto yang berasal dari pekerjaan yang menewaskan orang lain.

Aoi kemudian berjalan ke tepi atap bangunan. Ia mengungkapkan bahwa jika Sakamoto tidak bisa berubah, maka ia tidak ingin bersama Sakamoto lagi. Tanpa diduga, Aoi melompat dari atap bangunan. Sakamoto yang panik langsung bergegas terjun mengejarnya. Ia menangkap tubuh Aoi di udara sambil melindungi kepalanya dengan tangan. Mereka berdua akhirnya jatuh di atas tumpukan salju dan selamat berkat keahlian Sakamoto dalam mengatur cara jatuh yang benar.

Saat duduk di atas salju yang dingin, Aoi menyentuh kedua pipi Sakamoto dengan tangannya. Ia menyatakan bahwa jika ia mati, Sakamoto pasti akan merasa sedih. Sakamoto tertegun, menyadari kebenaran kata-kata Aoi. Aoi kemudian menegaskan bahwa perasaan ingin melindungi orang yang berharga bukan hanya milik Sakamoto, tetapi juga dirasakan oleh orang lain yang tidak ingin kehilangan orang yang mereka cintai.

Aoi meminta Sakamoto untuk berjanji tidak akan membunuh lagi, menyebutkan bahwa itu adalah aturan keluarga mereka. Ia juga meminta Sakamoto untuk menebus dosa-dosa dari masa lalunya karena telah membunuh banyak orang. Sebagai gantinya, Aoi ingin Sakamoto hidup untuk menolong orang lain.