3. JFU Kritisi Proyek Blue Lock
Anri mempresentasikan perkembangan proyek Blue Lock di hadapan para elit JFU. Ia menjelaskan bahwa seleksi kedua Blue Lock bertujuan untuk mengasah hubungan antar pemain, memperkuat kesadaran diri, serta memahami kelebihan dan kekurangan orang lain. Selain itu, seleksi ini juga bertujuan untuk membentuk tim yang solid dengan gaya permainan masing-masing. Dengan pendekatan ini, para peserta diharapkan tumbuh menjadi striker yang tidak bergantung pada pemain lain.
Buratsuta mengakui bahwa argumen Anri masuk akal, tetapi ia menyimpulkan bahwa pada akhirnya, yang terpenting adalah bakat pemain. Menurutnya, tanpa perlu diasah pun, pemain berbakat tetaplah berbakat. Anggota JFU lainnya pun setuju dengan Buratsuta, mereka merasa bahwa yang dibutuhkan bukanlah proyek Blue Lock, melainkan calon superstar muda sepak bola Jepang berikutnya dari kalangan siswa SMA yang mampu mengguncang dunia.
Ego angkat bicara, menanyakan apakah JFU benar-benar begitu terobsesi memiliki seorang superstar. “Dasar pria-pria tua yang hanya memikirkan cara menghasilkan uang,” kata Ego dengan sinis. Ia pun bertanya, sudah berapa banyak jenius yang telah dihancurkan oleh JFU? Menurut Ego, JFU hanya menciptakan superstar sementara, yang kemudian membuat para penggemar timnas Jepang tergila-gila, menghabiskan uang untuk membeli tiket dan merchandise.
Ego juga menambahkan bahwa para pemain superstar ini sering kali dikirim bermain ke luar negeri tanpa persiapan yang matang. Akibat perbedaan budaya dan bahasa, mereka hanya meraih prestasi menjadi penghangat bangku cadangan. Setelah 2 atau 3 tahun, mereka kembali ke Jepang untuk menghabiskan sisa karier mereka di liga domestik. Ego pun memperingatkan bahwa jika siklus ini terus berulang, sepak bola Jepang tidak akan pernah mampu melahirkan striker kelas dunia.
Seorang anggota JFU mencoba membela diri dengan menyatakan bahwa mereka telah mengeluarkan banyak biaya operasional untuk Blue Lock, sehingga wajar jika mereka ingin mendapatkan keuntungan. Ego kemudian bertanya, “Apa itu bakat? Talenta bawaan lahir atau kemampuan fisik spesial? Semua itu hanyalah kemampuan dasar. Bagi Ego, bakat adalah kemampuan untuk membuktikan kekuatan diri sendiri.”
Ego menegaskan bahwa tujuan menciptakan Blue Lock adalah untuk melahirkan para jenius yang berani mempertaruhkan hidupnya demi sepak bola. Buratsuta, dengan sikap pura-pura antusias, menyuruh Ego memastikan bahwa proyek Blue Lock tidak akan gagal.
4. Isagi Yoichi Kesal Barou Shoei Sangat Egois
Di kantin, Isagi menghampiri Barou untuk makan bersama. Isagi menanyakan gaya permainan favorit Barou karena ia ingin menciptakan chemistry dalam tim, dan memahami gaya bermain rekannya. Barou dengan tegas menjawab bahwa tugas Isagi hanyalah bergerak untuk membantunya mencetak gol, tidak lebih.
Isagi lalu mengingatkan bahwa meskipun Barou mampu mencetak gol sendirian, gaya bermain yang tidak mengandalkan tim tersebut berhasil dikalahkan oleh Isagi dan Nagi. Isagi mengajak Barou untuk bermain dengan memanfaatkan kerja sama tim. Namun, Barou menegaskan bahwa jika Naruhaya bergerak sesuai arahannya, Nagi dan Isagi tak akan bisa mengalahkannya. Menurut Barou, aturan mutlak adalah bahwa kemenangan tim harus bergantung pada gol-golnya.
Barou menambahkan bahwa jika Isagi benar-benar ingin menang melalui kerja sama tim, seharusnya ia memilih Naruhaya sebagai rekan. Isagi mengakui bahwa Barou memiliki bakat luar biasa, termasuk tendangan jarak jauh 28 meter dan kemampuan menerobos, meski tidak setim dengannya. Namun, Isagi menekankan bahwa jika Barou bekerja sama dengannya, bakat Barou akan lebih bersinar.
Setelah selesai makan lebih dulu, Barou bersiap pergi dan memberi tahu Isagi untuk mengikuti aturannya. Isagi hanya bisa merasa kesal melihat betapa egoisnya Barou.