1. Turnamen Sepak Bola SMA

Disebuah turnamen babak final sepak bola provinsi Saitama, SMA Ichinan dan Matsukaze sedang bertanding demi bisa memperebutkan kas lolos ke turnamen nasional. Di situasi genting, detik-detik terakhir pertandingan semakin dekat. Akibat tim Ichinan tertinggal 1 gol, Isagi striker dari Ichinan berlari kencang sambil menggiring bola demi bisa menyamakan skor menjadi 1-1.

Setelah berhasil melewati hadangan beberapa pemain Matsukaze, Isagi akhirnya berhadapan dengan kiper lawan dan memiliki peluang emas untuk mencetak gol. Ujang pelatih dari Ichinan kemudian meneriaki Isagi untuk mengingat filosofi permainan “semua untuk satu dan satu untuk semua”.

Isagi pun tersadar bahwa sepak bola adalah permainan tim yang melibatkan 11 orang, sehingga ia memilih untuk mengoper kepada rekannya, Tada, yang memiliki peluang lebih besar untuk mencetak gol. Ironisnya, hasilnya tak berbanding lurus dengan harapan, karena tembakan bola dari Tada malah membentur tiang gawang.

Setelah itu, Bek dari Matsukaze dengan cepat merebut rebound bola lalu melakukan serangan balik dengan mengopernya kepada Kira striker dari Matsukaze. Kira berlari kencang tanpa bisa dikejar oleh bek Ichinan, sehingga Kira berhasil menjebol gawang kiper Ichinan. Akhirnya, pertandingan berakhir dengan skor 0-2, menjadikan SMA Matsukaze keluar sebagai pemenang mengalahkan SMA Ichinan.

2. Isagi Yoichi Frustasi

Dengan kepala tertunduk, Isagi berjalan meninggalkan lapangan, menyaksikan Kira yang sedang diwawancara oleh reporter. Kira dipuji sebagai harta karun dalam sepak bola Jepang dan dimintai pendapat mengenai rumor yang menyebutnya sebagai calon kuat pemain Timnas U-18 Jepang. Namun, dengan rendah hati, Kira mengaku sedang fokus meraih gelar juara nasional untuk SMA Matsukaze.

Dalam suasana haru, Ujang menceramahi anak asuhnya yang akan segera lulus sekolah dan pensiun dari tim. Ujang meminta mereka untuk bangga telah berjuang meskipun kalah, dan mengenang SMA Ichinan sebagai tim sepak bola nomor satu di Jepang. Namun, dalam hatinya, Isagi menyangkal keras kata-kata Ujang. Bagi Isagi, SMA Ichinan adalah tim yang gagal lolos ke turnamen nasional.

Sembari mendorong sepedanya di senja hari, Isagi meratapi nasibnya yang gagal membawa tim sekolahnya ke turnamen nasional. Isagi tersadar bahwa dirinya tak bisa sehebat Noel Noa, superstar sepak bola yang selalu ia tonton di televisi sejak kecil. Mengagumi Noel Noa membuat Isagi terobsesi untuk berlatih menjadi pesepakbola hebat dan striker yang mampu membawa Jepang meraih juara Piala Dunia. Namun, sekarang Isagi merasa impian dan keinginannya terlalu sulit untuk terwujud.

Isagi kemudian menyesali keputusannya mengoper bola kepada rekannya, berharap saat itu ia menendang bola secara egois. Alhasil, Isagi berteriak keras meluapkan kekesalannya dan menitikkan air mata, karena gagal membawa timnya lolos dengan mengikuti instruksi Ujang untuk bermain sepak bola secara tim, yaitu “semua untuk satu dan satu untuk semua”.